
Oleh Unie Khansa
(Praktisi Pendidikan)
Pelitasukabuminews.com – Hujan emas di negeri orang tidak akan lebih baik dari hujan batu di negeri sendiri. Pepatah/peribahasa ini menggambarkan betapa hidup di negeri sendiri lebih disukai daripada di negeri orang walau kondisi negeri orang itu lebih baik. Namun, apa hendak dikata kondisi ekonomi dan kesusahan hidup mendorong sebagian orang untuk mengadu untung di negeri orang dengan mengabaikan berbagai perasaan juga keamanan yang belum tergambarkan. Mereka berspekulasi dengan nasib.
Kehidupan yang sangat sulit dan berat membuat sebagian orang menempuh berbagai cara untuk mengatasinya. Sebagian orang tidak melihat halal atau haram yang dilakukannya demi memenuhi kebutuhannya. Sehingga ada orang yang menjadi pencuri, perampok, pekerja seks komersial, dan sebagainya. Sebagian orang tidak peduli keamanan dan keselamatannya demi memenuhi kehidupannya. Salah satu contohnya para pekerja migran. Mirisnya sebagian orang memanfaatkan kesengsaraan orang lain untuk meraup keuntungan. Tidak ada simpati atau empati kepada sesama.
Hal ini menimpa para pekerja migran di berbagai daerah yang menjadi korban trafficking. Akibatnya mereka tidak mendapat perlindungan kerja.
Alih-alih memperoleh kehidupan yang baik, para migran ini malah tersandung masalah. Banyak kisah para migran yang mendapat perlakuan tidak manusiawi dari majikannya. Seperti TKI yang bekerja di Malayasia yang disiksa dengan luka sayat dan bakar di sekujur tubuhnya. Contoh lain lagi TKI yang bekerja di Arab Saudi yang bekerja 20 jam sehari dan sering mendapat penyiksaan serta pelecehan seksual.
Baca juga : Dorong Kegiatan Keagamaan, Fahmi Alokasikan Anggaran untuk Marbot
Ada juga yang tidak digaji selama bekerja. Banyak lagi kisah miris para pekerja migran korban trafficking.
Akhir-akhir ini kasus trafficking kembali mencuat. Sebanyak 87 calon pekerja migran Indonesia (CPMI) yang akan berangkat ke Timur Tengah (Timteng) melalui Bandara Juanda, Jawa Timur, hampir menjadi korban tindak pidana penjualan orang (TPPO). Selain itu, sebanyak lima calon pegawai migran di Singkawang, Kalimantan Barat, yang akan berangkat ke Malaysia juga hampir menjadi korban TPPO. Itu yang terdeteksi yang tidak terdeteksi entah berapa banyak. (Republika.com, 29/01/2023)
Hal tersebut terjadi karena pemerintah tidak mampu menyediakan lahan pekerjaan bagi para tenaga kerja. Sehingga, para tenaga kerja mencari kerja ke luar negeri. Mengapa para tenaga kerja migran ini menjadi korban TPPO karena sulitnya birokrasi. Akibatnya, mereka mencari jalan mudah melalui para pencari kerja ilegal. Peristiwa-peristiwa tersebut menunjukkan bahwa negara belum berhasil mencegah dan melindungi rakyatnya.
Negara belum berhasil mencegah para pelaku trafficking melakukan aksinya. Negara belum berhasil melindungi rakyatnya menjadi korban trafficking. Serta, negara belum berhasil mengentaskan kemiskinan yang menjadi salah satu faktor pemicu terjadinya trafficking. Negara seharusnya mampu melakukan pencegahan yang lebih komprehensif.
Selain salah satu penyebab trafficking, kemiskinan juga bisa menimbulkan berbagai masalah. Bisa menimbulkan masalah asusila karena tidak sedikit orang menjadi pekerja seks komersial akibat kesulitan ekonomi. Kemiskinan juga bisa menimbulkan berbagai kejahatan, seperti: perampokan, pembegalan, penculikan, penjualan organ tubuh, dan sebagainya. Jadi, selama kemiskinan masih menjadi masalah, kesejahteraan masyarakat tidak akan terwujud.
Hal ini sangat jauh berbeda dengan sistem Islam. Dalam Islam negara wajib menciptakan kesejahteraan rakyat individu per individu. Kesejahteraan akan menghindarkan diri dari kejahatan. Selain itu, keimanan yang menjadi asas negara akan menjadikan setiap individu jauh dari sifat serakah sehingga tidak akan menghalalkan segala macam cara untuk meraih kekayaan.
Indikator kesejahteraan dan kebahagiaan dalam Islam adalah tauhid (beriman dan bertakwa), konsumsi (sandang, pangan, dan papan), dan hilangnya segala bentuk ketakutan dan kecemasan (keamanan).
Rasa aman sentosa/sejahtera dapat terwujud ketika seseorang benar-benar beriman dan bertakwa lalu menjaga diri dari segala bentuk kezaliman. Terpenuhinya kebutuhan ini merupakan unsur pertama dan utama dari kesejahteraan. Oleh karena itu, masyarakat diharapkan dapat meningkatkan keimanan dan ketakwaan. Masyarakat sejahtera atas dasar iman dan takwa, menjadi tujuan akhir dalam kehidupan manusia di dunia ini.
Dalam Islam keimanan/ketauhidan masyarakat akan terjaga dengan penanaman ketauhidan sejak dini dan terpeliharanya ketauhidan masyarakat dengan adanya sanksi bagi yang tidak melaksanakan kewajibannya ibadahnya.
Para pemimpin Islam dari masa ke masa telah melakukan berbagai upaya menciptakan kesejahteraan masyarakat. Salah satu upaya pemerataan kesejahteraan yang dilakukan pada masa Rasulullah pada awal pemerintahan adalah dengan mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar. Maksudnya adalah setiap seorang Anshar bertanggung jawab terhadap seorang muhajirin untuk penghidupannya.
Selain itu, untuk menjamin kesejahteraan secara konsumsi/materi, pemerintah mengatur tentang kepemilikan individu untuk memenuhi kesejahteraannya. Di samping itu, dalam Islam individu yang tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhannya karena keterbatasan fisik, misalnya, menjadi tanggung jawab pemerintah.
Dari segi kesejahteraan keamanan, Islam menerapkan hukum yang bersifat zawajir (pencegahan) dan jawabir (penebus dosa). Hukuman yang bersifat zawajir akan menimbulkan efek jera sehingga akan mencegah terulangnya tindakan krimal. Sebagai contoh, ketika diterapkannya hukum qishash, maka qishash tersebut akan mencegah terjadinya tindakan balas dendam keluarga korban kepada pelaku atau keluarga pelaku. Jawabir adalah hukum syariat Islam ketika diterapkan kepada orang-orang yang melakukan tindakan kriminal, dan ketika kepada mereka diberlakukan hukum syariat, maka dosa mereka di dunia telah terhapus.
Sebagai contoh di masa Rasulullah Saw. pernah ada dua orang yang berzina. Mereka adalah Maiz Al-Aslami dan Al-Ghomidiyah. Masing-masing berzina, yang sudah barang tentu tanpa diketahui oleh siapa pun. Namun, karena didorong oleh ketakwaannya, akhirnya mereka menghadap kepada Rasulullah Saw. untuk meminta dihukum rajam dan disucikan. Ini karena mereka meyakini dengan ketajwaanya bahwa dengan hukuman rajam tersebut maka dosa mereka akan terhapuskan. Demikian sempurna upaya pemerintah Islam dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Wallahualam bissawab.