
Oleh Hani Iskandar
(Ibu Pemerhati Umat)
Bertahun-tahun sudah lamanya, Papua menjadi salah satu wilayah paling nestapa di negeri ini. Masalah demi masalah merundungnya, mulai dari isu disintegrasi yang dipicu kemiskinan dan kesenjangan sosial pembangunan, eksploitasi sumber daya alam, hingga bercokolnya OPM dan KKB yang tidak pernah serius ditangani pemerintah, padahal telah terang-terangan melakukan kriminalitas berupa teror, kerusakan hingga pembunuhan, bahkan tak tanggung-tanggung banyak menelan korban dari pihak aparat kepolisian.
Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga, Papua kembali mengalami nestapa, gempa di awal tahun 2023 terjadi dengan frekuensi gempa yang membuat kita tercengang. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menuturkan terhitung sejak awal tahun hingga 9 Februari 2023, lebih dari 1000 kali gempa menggoyang Papua dengan magnitudo yang beragam. Hal ini menurut BMKG disebabkan tipe bebatuan yang rapuh dan rawan gempa. (cnnindonesia.com, 09/02/2023)
Tentu hal ini sangat berpengaruh kepada aktivitas masyarakat, juga rusaknya infrastruktur-infrastruktur yang ada, dan bagaimana sikap pemerintah? Tampaknya tak jauh berbeda dengan penanganan bencana di daerah lainnya, cenderung lambat tanggap!
Sederet panjang permasalahan Papua, hingga saat ini belum satu pun yang bisa dipecahkan secara tuntas oleh penguasa negeri. Penerapan sistem sekuler kapitalis yang bercokol di Papua dan seluruh penjuru Indonesia menjadi akar permasalahan utama yang patut kita kritisi.
Pembangunan dan distribusi ekonomi yang tidak merata, menyebabkan kemajuan hanya dirasakan segelintir orang karena sirkulasinya berkutat di daerah-daerah dekat pusat pemerintahan yang menjadi sentral seluruh kegiatan masyarakat. Di sana terdapat lebih banyak peluang pekerjaan dan usaha, infrastuktur dibangun segala rupa untuk menunjang kehidupan, meskipun tak semua masyarakat dipastikan merasakan manfaatnya, tak sedikit yang tetap berada di bawah garis kemiskinan di pinggiran kota, mirip dengan masyarakat pedesaan atau pedalaman Papua dan sekitarnya.
Penyediaan listrik untuk penerangan, penyediaan air bersih lewat pembangunan perusahaan daerah air minum, penyediaan fasilitas pendidikan dan kesehatan, pengadaan fasilitas umum seperti jalan raya, angkutan umum, dan lain-lainnya lebih banyak kita temukan di Pulau Jawa dan sekitarnya dibandingkan dengan luar Pulau Jawa. Mengapa hal itu terjadi? Jawabannya karena banyaknya investor-investor asing yang menanamkan modal dan menjalankan usahanya lebih banyak di daerah pusat pemerintahan, sehingga roda perekonomian berputar pesat di sana, sementara di daerah-daerah satelit seperti Papua masih belum berkembang. Jika pun ada investor yang menanamkan kapitalnya di Papua, maka tak lain hal itu bukanlah dengan tujuan untuk membangun Papua, tetapi lebih kepada eksploitasi sumber daya alam sebebas-bebasnya tanpa memperhatikan kesejahteraan masyarakat setempat maupun kelestarian alamnya.
Contohnya saja Freeport, perusahaan asal Amerika ini telah berpuluh-puluh tahun mengeruk kekayaan emas Indonesia yang ada di Papua untuk kepentingannya sendiri. Para buruh tambang Papua dan masyarakat sekitarnya tak sedikit pun merasakan manfaat dari adanya perusahaan tersebut. Masyarakat Papua seperti budak di tanahnya sendiri. Tak ada yang bisa diharapkan, mengadu pada pemerintah pun tak ada guna, karena keberadaan Freefort memang didukung Indonesia. Pengelolaan tambang milik Indonesia, telah diserahkan sepenuhnya oleh pemerintah sendiri kepada asing.
Selain eksploitasi SDA, berdirinya perusahaan-perusahaan asing di Papua, menyebabkan efek kerusakan lingkungan yang parah. Perusahaan Freeport misalnya, limbah tailing yang merupakan sisa proses pengolahan tambang emas selama berpuluh-puluh tahun, telah merusak sungai-sungai di kawasan Mimika. Hal ini berdampak pada aktivitas nelayan yang tersendat, krisis air bersih, dan lain-lain.
Wajarlah kiranya, jika kondisi-kondisi yang telah dipaparkan tadi menjadi penyebab banyaknya masyarakat Papua yang ingin melepaskan diri dari Indonesia, disintegrasi tak dapat dihindari. Ibarat seorang anak yang ditelantarkan orang tuanya, maka ia pasti ingin berpisah dan menanggalkan namanya atas orang tuanya. Munculnya OPM, KKB pun tak bisa dipisahkan dari kondisi sebelumnya. Bisa jadi protes yang dilakukan secara arif tak membawa hasil dan perubahan, malah penguasa semakin cuek dan apatis, maka jalan kekerasan menjadi pilihan lain. Hal ini tentu akan semakin merusak persatuan Indonesia dari dalam, dan jika terus dibiarkan maka Indonesia akan hancur oleh perang saudara dan sudah tentu kondisi ini sangat mungkin dimanfaatkan oleh pihak-pihak di luar Indonesia yang memiliki kepentingan terhadap Papua untuk tetap melanggengkan keberadaan KKB dan OPM agar Indonesia tetap dalam kondisi tidak stabil.
Secara sederhana dan menyeluruh, Islam yang pernah jaya selama kurang lebih 14 abad silam memberi gambaran, bagaimana penerapan Islam mampu menyatukan dan menjaga negeri-negeri dalam pangkuan Islam, karena penerapan syariat islam yang adil dan merata, membuat persatuan di berbagai wilayah bagiannya begitu kuat. Dalam Islam penguasa dan sisetm pemerintahannya adalah satu paket yang tidak dapat dipisahkan. Jika salah satunya menyimpang, maka yang lainnya tidak akan berfungsi secara benar. Penguasa Islam menerapkan sistem Islam yang berasal dari Allah Swt. yang Maha Mengetahui segala kebutuhan manusia tanpa kecuali, penguasa Islam hanya dituntut untuk melaksanakan segala aturan yang berasal dari Allah dan Rasul-Nya yang pasti menjamin kesejahteraan umat manusia.
Penguasa adalah raa’in (pengembala/pengurus) yang pasti akan diminta pertanggungjawaban atas segala urusan rakyatnya kepadanya. Dia dilarang menjual maupun menyerahkan pengelolaan sepenuhnya harta kekayaan milik umum kepada pihak asing, karena hal itu sama saja menceburkan diri dalam kendali penjajahan. Penduduk dalam negeri harus tetap menjadi tuan, menjadi ahli dalam mengelola kekayaan alam, maka penguasa dengan sistem Islam yang rahmatan lil ‘alaamiin-lah yang menjamin pendidikan berkualitas bagi generasi-generasinya. Penguasa muslim pun dilarang untuk membeda-bedakan pelayanan kepada masyarakat. Pembangunan harus dilakukan secara adil dan merata sesuai kebutuhan karena jaminan kebutuhan pokok berupa sandang, pangan, papan, kesehatan, dan keamanan adalah hak seluruh rakyat.
Penguasa dengan seperangkat sistem keamanannya wajib memberantas bughat (pemberontak seperti OPM, KKB, dan yang lainnya), jika mereka tidak mau kembali ke jalan yang benar setelah diberikan pengarahan dan peringatan agar keamanan jiwa tetap terjaga. Sabda Rasulullah Saw. “Maka setiap kalian adalah pemimpin yang bertanggung jawab atas kepemimpinannya “ (HR. Abu Dawud).
Inilah solusi yang Islam tawarkan bagi permasalahan Papua. Papua butuh pemimpian/penguasa sekaligus sistem yang solutif untuk menyelamatkannya.
Wallahualam bissawab.