
Oleh Endah Dwianti, S.E., CA., M.Ak.
Pengusaha
Menyindir ibu-ibu pengajian, kenapa tak sindir ibu-ibu dugem?
Dikutip dari republika.co.id pada hari Minggu (19-02-2023), Ketua Dewan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Megawati Soekarnoputri, menjadi sorotan kembali setelah pidatonya memicu kontroversi di media sosial (medsos). Pidato Megawati itu terucap saat ia menjadi pemateri dalam Seminar Nasional Pancasila dalam Tindakan: “Gerakan Semesta Berencana Mencegah Stunting, Kekerasan Seksual pada Anak dan Perempuan, Kekerasan dalam Rumah Tangga, serta Mengantisipasi Bencana” di Jakarta Selatan pada Kamis (16/2/2023)
Dikutip dari sindonews.com pada hari Minggu (19/2/2023) terdapat pernyataan Megawati Soekarnoputri itu pun ditanggapi oleh Wakil Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat Andi Nurpati, menurutnya
pengajian itu terkadang dilakukan seminggu sekali atau sebulan sekali. Dia menambahkan, di dalam pengajian juga terkadang banyak membahas tentang kesehatan. “Sangat tidak pantas menyoal ibu-ibu pengajian, kenapa enggak menyoal ibu-ibu yang dugem (dunia gemerlap, red) ke diskotek? Ibu-ibu yang bekerja full day?” (SINDOnews, 19/2/2023)
Sindiran yang tak mendasar
Sangat disayangkan pernyataan tersebut keluar dari seseorang wanita muslim yang duduk di pemerintahan. Jelas saja pernyataannya menimbulkan banyak kontra dari masyarakat. Pasalnya ia bertanya mengapa ibu-ibu pengajian lalai mengurus anak? Mengapa pertanyaan tersebut tidak dilontarkan kepada ibu-ibu yang sering shoping ke mall, atau ibu-ibu yang suka dugem? Jelas saja pernyataan sindiran melalaikan anak karena ikut pengajian merupakan pernyataan yang tidak mendasar, dan tidak masuk akal karena aktivitas pengajian adalah salah satu bentuk salah paham terhadap aktivitas menuntut ilmu agama yang hukumnya fardu ain bagi setiap muslim dan muslimah.
Pengajian menjadi tempat untuk mempelajari Islam lebih dalam yang dibutuhkan dalam mengarungi kehidupan. Terlebih dengan kondisi zaman sekarang yang semakin “menggila” tampaknya para ibu memang membutuhkan “asupan ruhiah” yang bergizi dalam menapaki kehidupan yang semakin berat ujiannya. Terlebih lagi dalam mendidik anak, para ibu membutuhkan ilmu, maka salah satu caranya mengikuti pengajian. Para ibu juga dituntut untuk selalu waras dalam mengasuh anak-anaknya maka healing-nya adalah pengajian. Agar apa? Agar para ibu siap mengasuh dan memiliki ilmu dalam kerumahtanggaan serta mendidik anak-anaknya di rumah, sehingga Allah rida.
Ilmu wajib yang harus dimiliki oleh seorang muslim maupun muslimah justru tidak didapatkan di bangku sekolah. Di mana di sistem sekuler yang memiliki kurikulum sekuler (pemisahan antara agama dan kehidupan) ilmu agama bahkan dianggap tak penting sehingga hanya diberi waktu dua jam/minggu saja, dan juga diwacanakan untuk dihapus dari kurikulum.
Pandangan Islam dalam menuntut ilmu Islam
Negara Islam memiliki kurikulum yang khas dalam mendidik masyarakatnya agar seorang muslim dan muslimah memiliki kepribadian Islam. Mengkaji Islam secara kafah menjadi program pembinaan masyarakat, agar seorang muslim dan muslimah mejadi taat dan semakin beriman kepada Rabb-Nya. Serta memiliki taraf berpikir tinggi dan memiliki kesadaran politik yang kuat. Selain menguatkan kepribadian dirinya sendiri dengan kepribadian Islam, masyarakat juga peduli dengan kondisi umat. Selalu terikat dengan syariat Allah, benci kemaksiatan yang dilarang Allah, dan cinta amar makruf serta cinta kebaikan-kebaikan yang diajarkan Islam. Para ibu dibekali ilmu dalam mendidik anak dan pengasuhan anak sehingga para ibu siap dalam mendidik putra putrinya untuk mencetak generasi muslim yang berkepribadian Islam calon pemimpin masa depan.
Wallahualam bissawab.