
Unie Khansa
(Praktisi Pendidikan)
“Uthlubul ilma minal mahdi ilalah”. Carilah ilmu sejak dari buaian hingga liang lahat. Ungkapan itu menunjukkan betapa pentingnya menuntut ilmu terutama ilmu agama. Menuntut ilmu itu salah satu kewajiban muslim dan muslimah.
Jadi, ketika emak-emak atau ibu-ibu banyak mengikuti pengajian berarti sedang melaksanakan kewajibannya. Mereka sedang mengumpulkan ilmu yang akan digunakan dalam mendidik anak-anaknya; mempersiapkannya menjadi pribadi-pribadi yang baik, yang unggul, yang bisa menjadi pemimpin yang baik.
Emak-emak atau ibu-ibu yang suka ikut pengajian adalah emak dan ibu yang sangat luar biasa karena mereka bisa mengatur waktunya dengan baik. Kewajiban terhadap suami terpenuhi; anak-anak terurus; dan pengajian bisa diikuti. Jadi, tidak benar yang mengatakan bahwa ibu-ibu pengajian anaknya telantar. Anggapan yang tidak mendasar ketika mengira bahwa kehadiran seorang ibu di pengajian akan menelantarkan anaknya. Hal ini merupakan kesalahpahaman terhadap kewajiban menuntut ilmu bagi muslim dan muslimah.
Sangat tidak etis seorang yang sangat dihormati dan berkedudukan melontarkan pernyataan yang tak berdasar. Seperti yang dikutip dalam Tribunnews.com, pernyataan seorang petinggi yang merasa heran kepada ibu-ibu yang suka pengajian dan mempertanyakan bagaimana nasib anak-anak yang ibu-ibunya suka mengikuti pengajian. (Tribunnews.com, 18/02/ 2023)
Pernyataan tersebut berangkat dari ketidak pahaman bahwa seorang emak-emak atau ibu-ibu seharusnya membekali dirinya dengan ilmu terutama ilmu agama untuk mendidik anak/keturunan mereka. Hal yang wajar jika para emak aktif mengikuti pengajian.
Apalagi dalam hadis disebutkan ummu madrosatil ula ( ibu madrasah/pendidik pertama) bagi putra-putrinya. Bagaimana seorang pendidik akan mendidik anak didiknya tanpa ilmu? Terutama ilmu agama. Apa jadinya seorang anak yang dibesarkan oleh ibu yang tidak berilmu, terutama ilmu agama?
Jangan-jangan banyaknya penyimpangan yang dilakukan oleh anak atau remaja bahkan orang dewasa saat ini karena dahulu dididik oleh emak-emak yang kurang ilmu terutama ilmu agamanya.
Melalui pengajian ibu-ibu dapat memahami berbagai hukum Allah secara kafah untuk bekal mengarungi kehidupan, tak terkecuali dalam mendidik anak agar selalu dalam rida Allah. Ilmu-ilmu yang diperoleh di pengajian tidak akan didapat di sekolah formal yang menggunakan kurikulum sekuler. Ilmu agama bahkan dianggap tak penting sehingga hanya diberi waktu dua jam/minggu, dan juga diwacanakan untuk dihapus dari kurikulum. Sungguh ironi.
Pendidikan yang diberikan oleh seorang ibu akan menjadi fondasi bagi akhlak atau kepribadian anak.
Manakala ibu mendidik anaknya hanya tentang duniawi kemungkinan besar anak tersebut akan materialis kapitalis yang menjadikan materi sebagai ukuran keberhasilan dan kebahagiaan. Mereka berpikir materi/kekayaan, ketenaran, dan kecantikan/ketampanan adalah sebagai sumber kebahagiaan sehingga mereka menganggap hanya materi/kekayaan, ketenaran, dan kecantikan/ketampanan yang bisa membuat bahagia. Ini adalah pemikiran yang sangat keliru. Seandainya materi/kekayaan menjadi ukuran kebahagiaan seseorang, maka Adolf Mercle orang terkaya di Jerman tidak akan menabrakkan badannya ke kereta api.
Seandainya ketenaran menjadi sumber kebahagiaan tentunya Michael Jackson penyanyi USA terkenal tidak akan meminum obat tidur/penenang hingga overdosis. Jika kecantikan sebagai sumber kebahagiaan pastinya Marilyn Monroe, artis cantik USA tidak akan meminum alkohol dan obat depresi hingga overdosis. Ternyata hal-hal duniawi bukan ukuran kebahagiaan.
Sebaliknya, seorang ibu yang mendidik anaknya atas dasar keimanan dan ketakwaan kepada Allah, sebagai hasil dari ilmu-ilmu yang didapat dari pengajian yang diikutinya dengan rajin dan tekun, insyaallah akan melahirkan anak-anak yang kuat keimanannya, kuat ketauhidannya. Hal yang menjadi ukuran kebahagiaannya adalah manakala telah meraih rida Allah. Sehingga, ketika dia dewasa perbuatan/perilakunya tidak akan menyimpang karena semua diukur dengan keimanan dan ketakwaan. Semuanya diukur dengan rida Allah.
Mengkaji Islam secara kafah merupakan pembinaan kepribadian setiap individu yang terintegrasi dalam kebijakan dan kurikulum agar tercipta insan yang beriman dan bertakwa, tinggi taraf berpikirnya, kuat kesadaran politiknya yang juga menjadi bekal bagi para ibu untuk mendidik anaknya menjadi muslim yang berkepribadian Islam calon pemimpin masa depan. Islam menempatkan wanita sebagai ibu adalah pendidik paling utama bagi manusia. Seorang ibu harus berkualitas. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. yang dijelaskan dalam Hadis Riwayat Bukhari Muslim, yang artinya: Dari Abi Hurairah ra berkatalah Nabi Saw., telah bersabda: “Setiap orang yang dilahirkan sesuai dengan fitrahnya, kedua orang tuanyalah yang akan menjadikannya sebagai Yahudi, Nasrani atau Majusi.”
Hal itu bermakna bahwa semua anak yang dilahirkan itu suci. Seorang anak yang baik ataupun jahat dijadikan oleh seorang ibu. Ini mengandung arti bahwa baik atau buruknya seorang ibu sangat berpengaruh kepada kebaikan atau keburukan pribadi anak.
Islam mengajarkan cara mendidik anak yaitu:
- Mengajarkan ketauhidan
- Mengajarkan adab dan akhlak
- Mengajarkan ibadah
- Bersikap lemah lembut sekaligus tegas
- Bersikap adil
Wallahualam bissawab.