
Oleh Ranti Nuarita, S.Sos.
(Aktivis Muslimah)
Banyak cendekiawan berkata bahwa, jika ingin membangun suatu bangsa, maka bangun dan didiklah pemudanya, begitu pun sebaliknya jika ingin menghancurkan suatu bangsa, maka hancurkan saja pemudanya, maka bangsa tersebut pasti akan hancur dengan sendirinya. Perkataan ini menjadi sebuah sinyalemen bahwa masa depan suatu bangsa itu sangat tergantung dengan kondisi pemudanya hari ini.
Sayang seribu sayang, mungkin itulah ungkapan yang tepat untuk menggambarkan potret generasi pemuda saat ini. Terlebih lagi hari ini semakin maraknya budaya kekerasan pada generasi. Seperti, mengutip dari CNN, Sabtu (25/02/2023). Beberapa waktu lalu di mana publik di negeri ini dikejutkan dengan kasus penganiayaan, D 17 tahun oleh anak pejabat pajak MDS 20 tahun. Usut punya usut aksi penganiayaan tersebut dikarenakan seorang gadis bernama AGH 15 tahun. Akibat penganiayaan ini D mengalami koma selama empat hari. MDS pun menjadi tersangka bersama beberapa rekannya.
Belum cukup sampai situ, masalah generasi lainnya ialah terlibatnya mereka dengan jaringan kriminal. Hal yang paling anyar ialah berita mengenai polisi yang mengamankan remaja di Purwakarta di mana para remaja tersebut diduga melakukan aksi percobaan pencurian dengan kekerasan, dengan rentang usia pelaku masih berumur 17 hingga 19 tahun. (Jurnalpolri, 22/02/2023)
Berita-berita di atas seakan-akan menambah daftar panjang potret buram generasi di hari ini. Banyaknya tindak kekerasan yang dilakukan pemuda, menggambarkan ada yang salah dalam sistem kehidupan saat ini. Mulai dari gagalnya sistem pendidikan membentuk anak didik yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia, lemahnya peran keluarga dalam meletakkan dasar perilaku terpuji, hingga rusaknya masyarakat. Lagi-lagi bukan tanpa alasan, semua itu adalah sebuah keniscayaan, buah dari penerapan sistem kehidupan yang berdasar pada sekularisme. Sistem kehidupan kapitalisme sekularismelah yang telah menorehkan dan menghancurkan generasi saat ini. Pemuda di hampir seluruh bagian dunia dilenakan dengan semboyan juga gaya hidup bebas dengan berbagai macam slogan yang meracuni.
Padahal pemuda adalah generasi yang memiliki potensi untuk bangsa bahkan dunia. Sistem kapitalisme sekularisme telah berhasil menjadikan pemuda sibuk dengan aktivitas rusak juga merusak, mengejar eksistensi diri dan duniawi bahkan berani menerobos norma juga batas-batas agama, bahkan tak jarang demi sekadar having fun mereka dengan mudah tanpa rasa bersalah melukai sesamanya. Lantas jika sudah demikian akan menjadi apa bangsa ini ke depan, jika generasinya nirakhlak, gemar bermaksiat, juga berperangai buruk?
Lain sistem kehidupan kapitalisme sekularisme, lain pula sistem Islam. Jika sekularisme menjadikan generasi muda hidup hanya berorientasi pada pemuasan materi juga hawa nafsu, bahkan mampu mengikis identitas dan jati diri pemuda sebagai hamba Allah. Islam sebagai sistem yang lahir dari Sang Maha Pencipta memiliki sistem pendidikan yang dapat melahirkan generasi, pemuda yang bermental kuat, kompeten, dan siap berkontribusi positif bagi bangsa.
Sistem pendidikan Islam meniscayakan lahirnya generasi yang memiliki kesadaran bahwa mereka hidup di dunia ini adalah sebagai hamba Allah, sehingga orientasi hidupnya hanya akan tertuju untuk mencapai rida Allah saja. Pemuda dalam sistem Islam, akan dididik sejak dini tidak hanya menjadi tangguh dan produktif, tetapi juga beriman dan bertakwa. Hal ini akan sangat mungkin terwujud sebab suprasistem Islam akan sangat bersungguh-sungguh demi lahirnya generasi penerus peradaban, output pendidikan Islam dengan berlandaskan akidah Islam memiliki visi melahirkan generasi yang bersyaksiyah Islam, yakni berkepribadian Islam, memiliki pola pikir, dan pola sikap Islam.
Belum cukup sampai di situ, negara yang menerapkan sistem Islam juga akan bertanggung jawab menciptakan lingkungan yang kondusif demi mendukung ketakwaan dan ketaatan individu. Masyarakat dalam sistem Islam pun tidak tinggal diam, pemahaman mereka mengenai kewajiban amar makruf nahi mungkar menjadikan mereka akan senantiasa saling mengingatkan jika ada saudara sesama muslim yang melanggar batas-batas syariat. Adapun jika terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh generasi, negara akan dengan tegas menindak dengan menegakkan hukum tanpa pandang bulu, tentunya dengan penegakan hukum sesuai syariat yang memiliki sifat jawabir (menebus dosa pelaku) juga sifat zawajir (memberi efek jera agar tidak ada yang melakukan pelanggaran yang sama).
Dengan penerapan sistem yang paripurna tersebut maka dapat dipastikan, generasi atau pemuda tidak hanya terjaga dari melakukan tindak kekerasan, tetapi yang paling penting generasi yang ada pun akan menjadi generasi cerdas cemerlang yang siap mewujudkan Islam rahmatan lil alamin yang membawa keselamatan tidak hanya di dunia, tetapi juga di akhirat.
Wallahualam bissawab.