
Wartawan Sergio
Editor Nabil
Pelitasukabuminews.com – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Sukabumi, telah melakukan kajian risiko bencana kekeringan sebagai dampak musim kemarau. Hasilnya, tipikal dampak kekeringan tersebut adalah terjadinya krisis air bersih.
Hal itu dikatakan Kepala Seksi Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Kota Sukabumi, Zulkarnain Barhami, kepada pelitasukabuminews.com, Minggu (12/3/2023).
“Daerah risiko tinggi kekeringan berada di Kecamatan Cikole dan Citamiang. Tipikal kekeringannya lebih kepada kekurangan air bersih,” kata Zulkarnain.
Dia juga mengakui sudah melakukan kajian risiko bencana kekeringan yang merupakan dampak musim kemarau. Tingkat risikonya bervariasi dari mulai rendah, sedang, dan tinggi.
Hasil kajian risiko bencana, lanjut dia, luas area kerentanan potensi kekeringan di Kota Sukabumi mencapai 4.832,94 hektare. Wilayah kerentanannya hampir berada di 33 kecamatan tersebar di 7 kecamatan.
Rinciannya, di Kecamatan Baros area kerentanan kekeringan seluas 558,21 ha terdiri dari kategori rendah 0,37 ha, sedang 556,68 ha, dan tinggi seluas 1,17 ha. Sementara di Kecamatan Cibeureum seluas 913,37 ha terdiri dari kerentanan kekeringan sedang seluas 899,08 ha dan tinggi seluas 14,29 ha.
Di Kecamatan Cikole kerentanan kekeringan seluas 620,81 ha terdiri dari rendah seluas 25,17 ha, sedang 1,18 ha, dan tinggi seluas 594,46 ha. Di Kecamatan Citamiang seluas 400,39 ha terdiri dari kerentanan sedang seluas 14,74 ha dan tinggi seluas 385,66 ha.
Berpindah ke Kecamatan Gunungpuyuh potensi kerentanan kekeringan seluas 513,60 ha terdiri dari risiko rendah seluas 0,59 ha, sedang 512,84 ha, dan tinggi 0,18 ha. Di Kecamatan Lembursitu seluas 1.070,16 ha terdiri dari rendah seluas 1,49 ha dan sedang seluas 1.068,67 ha.
Sedangkan di Kecamatan Warudoyong potensi kekeringan berada di area seluas 756,39 ha terdiri dari kerentanan tingkat rendah seluas 5,69 ha, sedang 749,85 ha, dan tinggi seluas 0,86 ha.
“Dari hasil pemetaan potensi kerentanan risiko, tentu kami melakukan berbagai upaya antisipasi,” jelas dia.
Di antara upaya itu yakni mengoptimalkan penyimpanan air di akhir musim hujan atau istilahnya memanen. Seperti penyimpanan air di danau, waduk, embung, kolam retensi, dan penyimpanan air lainnya.
“Berdasarkan prediksi BMKG, kita harus antisipatif dengan kemungkinan dampak musim kemarau, terutama di wilayah yang mempunyai sifat musim kemarau bawah normal atau lebih kering di bawah biasanya,” tuturnya.