
Oleh Leihana
Ibu Pemerhati Umat
Istilah kuno dan ketinggalan zaman juga ternyata bukan hanya berlaku pada benda atau barang yang digunakan manusia, tetapi juga berlaku pada penyakit yang melekat pada manusia. Ada beberapa jenis penyakit yang dianggap kuno atau ketinggalan zaman karena sudah langkanya penyakit tersebut di beberapa negara tertentu. Penyakit tersebut adalah penyakit yang berhubungan erat dengan kondisi sosial dan ekonomi sebuah negara, di antaranya penyakit kolera, tuberkolosis, dan tetanus yang kini hanya ditemukan di negara miskin dan tertinggal saja. Bahkan di mata masyarakat negara maju, tiga penyakit itu sudah tidak ada di dunia ini–karena tidak lagi menemukan kasus penyakit tersebut di negaranya.
Berbeda dengan masyarakat negara maju penyakit seperti tuberkolosis di Indonesia sudah menjadi penyakit umum yang banyak diderita masyarakat. Selain beberapa waktu lalu diketahui Indonesia menjadi negara kedua dengan jumlah pengidap tuberkolosis terbanyak di dunia setelah India. Diketahui ternyata kasus penyakit tuberkolosis di Indonesia memang mengalami kenaikan yang luar biasa yaitu mencapai 200% jumlah peningkatan kasus TBC di Indonesia ini dialami oleh pasien anak yang mengalami lonjakan sejak tahun 2021 ada 42.187, kemudian 2022 sebanyak 100.726. Hal ini salah satunya dipengaruhi oleh tingginya angka stunting sebagai faktor terbesar yang memengaruhi anak tertular tuberkolosis.
(cnnindonesia.com, 18/03/2023)
Seperti yang terjadi kasusnya di Kota Cimahi Jawa Barat, peningkatan jumlah kasus TBC pada anak meningkat 106% sepanjang tahun 2022, kasus TBC ditemukan sebanyak 4.294 pemerintah daerah Cimahi sedang berupaya menurunkan jumlah anak pengidap TBC tersebut dengan meningkatkan partisipasi berbagai pihak karena menurutnya TBC dipengaruhi dengan faktor lain seperti stunting pada anak. (pikiran-rakyat.Com, 15/03/2023)
Kasus ini juga bukan hanya menyita perhatian dinas kesehatan, tetapi juga Kementrian Tenaga Kerja, Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah dalam Bulan Peringatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Sukabumi menyoroti kasus tingginya pengidap TBC terbesar adalah kalangan buruh. Sehingga menurutnya pemerintah akan berkomitmen mengendalikan risiko dari keselamatan dan kesehatan kerja dari para buruh dengan menerbitkan Permenaker Nomor 13 Tahun 2022 tentang Penanggulangan Tuborkolosis di Tempat Kerja, sebagai tindak lanjut amandemen Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 67 Tahun 2021 tentang Penanggulangan TBC. (liputan6.com, 12 Januari 2023)
Indonesia menempati peringkat kedua di dunia dengan jumlah kasus penyakit tuberkulosis terbanyak di dunia. Kondisi ini mencerminkan banyak hal, mulai dari buruknya upaya pencegahan, buruknya higiene sanitasi, rentannya daya tahan, kegagalan pengobatan, rendahnya pengetahuan, hingga lemahnya sistem kesehatan dan pendidikan. Seperti tingginya pengidap TBC di kalangan buruh itu memang disebabkan risiko pekerjaan seperti yang dialami buruh pabrik garmen yang sehari-hari bergelut dengan pekerjaan yang menimbulkan banyak debu halus dari benang dan kain. Dilakukan dalam ruangan tertutup dan sirkulasi udara yang kurang mendukung sehingga buruh pabrik garmen memiliki risiko tinggi tertular tuberkolosis. Selain itu tentu tingginya kemiskinan dan stunting juga terbatasnya sarana kesehatan jelas memberikan kontribusi yang cukup besar pada kasus peningkatan luar biasa pasien anak pengidap tuberkolosis yang mencapai 200% dalam satu tahun.
Di sisi lain fakta ini menunjukkan lemahnya berbagai upaya yang dilakukan, meski sudah menggandeng ormas, bahkan kerja sama dengan LN bahkan WHO. Tersebab upaya yang tengah dilakukan bersama lembaga nasional dan internasional hanya sebatas menyentuh permukaan masalah semata yaitu bersifat mendata dan mengobati bukan melakukan pencegahan serius dengan mencari akar masalahnya dan menyelesaikannya hingga tuntas.
Demikian juga menunjukkan lemah dan jahatnya sistem sekuler kapitalis yang menjadi asas pengaturan urusan saat ini, yang bahkan menjadikan orang sakit sebagai komoditas dan dikapitalisasi. Aturan dalam sistem kapitalisme yang selalu berpihak pada para kapitalis seperti para pengusaha sehingga hak-hak rakyat kecil termasuk buruh tidak diprioritaskan. Seperti pemberian lingkungan kerja yang sehat dan mendukung keselamatan buruh tidak diatur oleh pemerintah dengan tegas agar para pengusaha mengupayakannya semaksimal mungkin. Selain itu tentu kebijakan-kebijakan yang terus menyengsarakan rakyat seperti kenaikan harga-harga kebutuhan pokok menjadi pemicu utama meningkatnya pengidap tuberkolosis.
Sangat berbeda dengan ajaran Islam, Islam menetapkan negara adalah pengurus rakyat, termasuk dalam penanggulangan penyakit menular ini. Negara berkewajiban melaksanakan berbagai upaya dan langkah yang komprehensif untuk menanggulangi akar masalah secara tuntas, melalui sistem kesehatan andal yang ditopang oleh sistem politik dan ekonomi berdasarkan Islam.
Dorongan untuk hidup sehat bukan hanya dorongan untuk pribadi saja seperti motivasi untuk seorang muslim dalam sebuah hadis Nabi Muhammad Saw. Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah Saw. bersabda, “Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih disukai Allah daripada orang mukmin yang lemah. Masing-masing ada kebaikannya.”
Selain motivasi untuk individu juga ada kewajiban para penguasa yaitu pemimpin negara untuk bertanggung jawab terhadap rakyatnya. Sebagaimana Khalifah Umar bin Khattab yang senantiasa khawatir berlaku tidak adil terhadap rakyatnya sehingga dengan tangannya sendiri memikul bahan makanan pokok sambil berpatroli di malam hari. untuk memastikan rakyatnya tidak ada yang tidur dalam keadaan lapar,.
Untuk mewujudkan negara dan penguasa seperti di dalam sistem Islam yang mengutamakan kemaslahatan rakyatnya daripada kepentingan diri pribadinya sendiri tidak ada jalan lain selain mengganti sistem sakit yaitu kapitalisme dengan sistem Islam kafah agar terwujud masyarakat yang sejahtera terbebas dari ancaman penyakit berbahaya apa pun.
Wallahualam bissawab.