
Oleh Rizka Adiatmadja
Praktisi Homeschooling
Menjadi pemandangan yang kontras, ketika rakyat berjuang keras, keluarga pejabat berlomba-lomba memamerkan kehidupan yang berkelas. Di saat kemiskinan membabi buta menyerang masyarakat, mereka tak tanggung-tanggung memperlihatkan kehidupan hedonisme yang sarat. Saat anggota keluarga pejabat pamer kemewahan di media sosial, dari pakaian hingga kendaraan, mengapa justru pejabatnya dinonaktifkan?
Sirkulasi harta yang tidak benar memberikan dampak kecemburuan sosial yang besar. Terlebih jika harta yang dipamerkan itu ternyata hasil dari korupsi, wacana menyejahterakan masyarakat, faktanya hanya angin lalu yang menorehkan panjangnya catatan ironi negeri.
Dikutip dari Beritasatu.com – Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PAN Guspardi Gaus meminta Mendagri Tito Karnavian memeriksa Sekda Riau SF Hariyanto yang disorot karena istri dan anaknya yang kerap flexing di media sosial. Menurutnya, perilaku flexing keluarga pejabat telah melukai hati masyarakat. Hedonisme seharusnya tidak dijadikan kebiasaan. Kehidupan sederhanalah yang harus menjadi citra ASN.(Beritasatu.com23/03/2023)
Dikutip dari Katadata – Aksi pamer harta (flexing) keluarga pejabat yang begitu marak di media sosial, akhirnya membuat masyarakat sepakat menelusuri sumber kekayaan, hingga laporan kekayaan para pejabat. Kondisi tersebut mendapatkan respons dari Kementerian Keuangan hingga menginvestigasi 69 Pegawai Negeri Sipil (PNS) Kemenkeu yang dianggap memiliki jumlah harta yang tidak seharusnya.
Menurut Menteri Keuangan, Sri Mulyani, pihaknya melakukan investigasi kepada 69 PNS Kementerian Keuangan sejak beberapa waktu lalu. Sebanyak 69 PNS Kemenkeu tersebut tergolong dalam kategori risiko tinggi dan risiko menengah yang terlibat dalam transaksi janggal karena memiliki jumlah harta di atas kewajaran. Selain itu, Lembaga Administrasi Negara (LAN) mengeklaim tingkat kepatuhan sangat tinggi bagi para pejabat LAN untuk Laporan Hasil Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN Inspektur LAN, Hari Nugraha menyatakan meskipun batas akhir pelaporan LHKPN yang ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ditenggat hingga 31 Maret 2023 pukul 12.00 malam WIB, per 16 Februari di lingkup LAN sudah 100% dari total 93 wajib lapor LHKPN.(Katadata, 26/03/ 2023)
Aksi pamer harta membuat kesenjangan semakin nyata. Sehingga masyarakat bergerak untuk menyelidiki dari mana harta bermula. Menjadi hal yang dikotomi pada akhirnya, saat berharap pemimpin yang baik dan bersih, padahal sejatinya sistem yang mengusung begitu tumpang tindih. Begitu banyaknya pejabat koruptor, menggiring mereka pada perilaku kotor. Janji mereka untuk memberi sejahtera, hanyalah isapan jempol semata. Mengapa upaya demi upaya yang dilakukan pemerintah tak menyurutkan mental korupsi dan pamer kemewahan yang dilakukan pejabat? Mengapa hal tersebut makin gencar terjadi? Tentu jawabannya karena sistem yang menaungi sangatlah rusak. Kapitalisme yang berasaskan sekularisme sejatinya hanya merobohkan mental bangsa dan mengeroposkan tujuan-tujuan mulia.
Sistem Islam memiliki kesempurnaan dalam membentuk mental pejabat agar tidak bergumul dengan maksiat, di antaranya:
- Mengatur dengan jelas sistem penggajian dan memberi gaji yang cukup, sehingga tidak membuat pejabat tergiur untuk mencari penghasilan lain dari korupsi. Penggajian yang layak adalah keniscayaan. Para pejabat adalah utusan atau perwakilan yang harus menjalankan amanah sebenar-benarnya. Itu adalah kewajiban mutlak yang harus mereka penuhi.
- Melarang perilaku suap-menyuap, pejabat tidak boleh menerima hadiah/hibah. Suap itu berbentuk harta yang diberikan kepada seorang penguasa, hakim, atau aparat pemerintah lainnya dengan tujuan untuk memperoleh keputusan mengenai suatu kepentingan yang seharusnya diputuskan tanpa pembayaran dalam bentuk apa pun. Setiap bentuk suap–tidak melihat alasan apa pun–haram hukumnya. Sedangkan hadiah atau hibah yang dimaksud yaitu pemberian yang bernilai pamrih. Bahwa si pemberi hadiah berharap kepentingannya di lain waktu akan dipenuhi oleh si penerima.
- Penghitungan kekayaan ditujukan agar menghindarkan pejabat dari perilaku curang. Seperti yang dilakukan oleh Khalifah Umar yang menghitung kekayaan seseorang di awal jabatannya sebagai pejabat negara, kemudian menghitung ulang di akhir jabatan. Bila terdapat kenaikan yang tidak wajar, Khalifah Umar memerintahkan agar menyerahkan kelebihan itu kepada baitulmal, atau membagi dua kekayaan tersebut, sebagian untuk baitulmal dan sisanya diserahkan kepada yang bersangkutan. Khalifah Umar telah berhasil mengatasi secara mendasar sebab-sebab yang menimbulkan kerusakan mental para birokrat. Upaya penghitungan kekayaan tidaklah sulit dilakukan bila semua sistem mendukung, apalagi bila masyarakat turut berperan mengawasi perilaku birokrat.
Untuk menjadi birokrat yang taat menjauhi maksiat, tak cukup diperbaiki individunya saja, tetapi perlu sistem yang hakiki adanya. Kapitalisme tak akan sanggup melahirkan para pejabat amanah sebab karakteristiknya sudah rusak sedari akar. Tak cukup hanya dinonaktifkan, tetapi diusut hingga tuntas agar melahirkan efek jera bagi dirinya dan yang menyaksikan.
Wallahualam bissawab.