
Oleh: Ust Lathief Ab (Pemerhati Sosial Dan Keagamaan)
Teman saya minta penjelasan sederhana, mengapa Iedul Fitri kadang sama dan sering berbeda. Mungkinkah bisa untuk selalu sama, dan bagaimana mensikapinya jika saat ini sering berbeda.
Dalam pengetahuan literasi yang saya baca, ada dua faktor penyebab bisa bersama dan bisa berbedanya awal puasa dan hari raya; pertama faktor alam, kedua faktor pemahaman.
Faktor Alam. Dulu berbeda itu beralasan karena perbedaan jarak yang berjauhan (+_ 24 Parsakh :+-130 km) dimungkinkan perbedaan teebitnya bulan hilal. Kenyataan perbedaan titik terbitnya hilal antar wilayah ini disebut dengan ikhtiful mathla’. Maka orang Madinah bisa berbeda dengan orang Makah, orang Bagdad bisa berbeda dengan Kuffah, jika salah satunya belum melihat hilal. Jadi dianggap wajar bila saat orang Indonesia berbeda sengan Arab atau Eropa. Ini pun menurut pemahaman madzhab Syafi’iyah. Tidak bagi Madzhab Jumhur (Mayoritas madzhab: Hanafi, Maliki dan Hambali). Dimana Jumhur berpendapat satu rukyat berlaku untuk semua wilayah. Artinya bila di negara Saudi misalnya, dinyatakan terlihat hilal, maka berlaku untuk semua kaum muslimin dimanapun. Karena melihat hilal hukumnya fardhu kifayah.
Nah, jika awal Ramdhan kemarin semua wilayah sama berarti memang kondisi alam menghendaki sama, bulan (hilal) belum muncul diberbagai wilayah.
Perbedaan cara pandang tersebut bisa dibaca di kitab Al Fiqhul Islami Wahbah Al Zuhaily, Fiqhus sunnah Sayyid Sabiq, Fiqhus shiyam Al Qaradawi dan Fiqhul Wadhih Abu Bakr Ismail. Umumnya mendorong pada pemahaman satu rukyat untuk semua (rukyat global) mengingat teknologi informasi saat ini kian mudah dan cepat.