
Oleh : Luluk Kiftiyah
(Muslimah Preneur)
Pelitasukabuminews.com – Gurita korupsi tak pernah absen dari negeri ini. Mirisnya keadaan serupa terus berulang bahkan semakin parah. Korupsi berjamaah sudah menjadi lagu dalam sistem demokrasi.
Sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Jika amanat telah disia-siakan, tunggu saja kehancuran terjadi.”
Maksud dari hadits tersebut adalah, jika urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya.” (HR. Bukhari – 6015)
Adanya kasus-kasus korupsi serta pencucian uang yang menjadi isu sentral bersama Menkopolhukam Mahfud MD saat ini adalah realita bahwa dalam praktik demokrasi, kedaulatan rakyat hanyalah ilusi demokrasi.
Seperti kasus di Kemenkeu oleh mantan pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo dan transaksi mencurigakan yang dilakukan oleh ratusan pegawai di Kemenkeu selama dua dekade, dengan jumlah lebih dari Rp300 triliun. (focus.tempo.co, 13/3/2023)
Dari sinilah, Mahfud MD meminta agar DPR mendukung pembentukan Undang-Undang Perampasan Aset. Namun pertanyaannya, benarkah Undang-undang Perampasan Aset berhasil mencegah dan memberantas korupsi? yang mana akar mengguritanya kasus-kasus korupsi maupun pencucian uang di negeri ini karena minimnya pemahaman agama (akidah), moral dan etika sehingga tidak ada rasa takut kepada Allah SWT.
Tak hanya itu, baru-baru ini Yana Mulyana menambah daftar Wali Kota Bandung yang tertangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT). Yana Mulyana diamankan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan pengadaan barang, jasa CCTV dan jaringan internet pada program Smart City Kota Bandung.
Perlu diketahui bahwa Bandung bukanlah satu-satunya kota di provinsi Jawa Barat yang tingkat korupsinya tinggi. Sebab sebelumnya ada
Bupati Bogor, Ade Yasin terjerat operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 27 April 2022, dan ada Bupati Subang Imas Aryumningsih terkena OTT KPK atas kasus suap pada Oktober 2018, dan masih banyak lagi. (tribunjabar.id, 15/04/2023)
Fakta ini menunjukkan, betapa bobroknya sistem demokrasi, korupsi sudah menggurita dan seolah menjadi barang dagangan di meja penguasa.
Berbeda halnya dengan sistem Islam jika diterapkan secara kafah, yang akan dapat memainkan perannya secara efektif untuk memberantas korupsi, baik peran pencegahan (preventif) maupun penindakan (kuratif).
Sebab semua perbuatan akan dimintai pertanggungjawaban. Sebagaimana dari Ibnu Umar r.a., Rasulullah saw. bersabda: “Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya. Seorang kepala negara adalah pemimpin dan akan diminta pertanggung jawaban perihal rakyat yang dipimpinnya…” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Dalam Islam ada beberapa hal mendasar yang bisa dilakukan untuk mencegah korupsi;
- Merekrut SDM yang memiliki kapabilitas dan berkepribadian Islam (syakhshiyah islamiyah).
- Negara wajib melakukan pembinaan kepada seluruh aparat dan pegawainya agar imannya tetap terjaga.
- Negara wajib memberikan gaji dan fasilitas yang layak kepada aparat dan pegawainya.
- Islam melarang menerima suap. Dalam hadist Nabi saw. bersabda, “Siapa saja yang menjadi pegawai kami dan sudah kami beri gaji, maka apa saja ia ambil di luar itu adalah harta yang curang.” (HR Abu Dawud).
- Islam memerintahkan melakukan perhitungan kekayaan sebelum dan setelah menjabat bagi aparat negara. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya korupsi.
- Adanya teladan dari pimpinan dan pengawasan oleh negara serta masyarakat. Sehingga jika masih terjadi korupsi, Islam mengatasinya dengan tegas, yakni memberikan hukuman yang tegas dan setimpal. Hukuman untuk koruptor masuk kategori ta’zir, yaitu hukuman yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh hakim. Bentuknya mulai dari yang paling ringan, seperti nasihat atau teguran, sampai yang paling tegas, yaitu hukuman mati.
Wallahualam bissawab.