
Oleh Rizka Adiatmadja
(Praktisi Homeschooling)
Pelitaaukabuminews.com – Dari tanggal 8 Mei 2023 sistem BSI mengalami gangguan. Nasabah merasakan kelumpuhan, tidak bisa mengakses mobile banking untuk transfer ataupun sekadar mengecek saldo. Ironisnya, gangguan tersebut tidak hanya sehari terjadi, tetapi berhari-hari. Bisa dibayangkan bagaimana kerugian yang ditanggung para nasabah yang menggantungkan kepercayaan kepada BSI.
Minimnya informasi terkait gangguan tersebut, membuat nasabah tidak memiliki persiapan apa pun. Protes warganet dan nasabah BSI viral. Ada yang memutuskan membuka rekening baru di bank lain, ada yang merasa dicurangi karena tidak diinformasikan sebelumnya, ada beberapa komunitas dan lembaga yang juga menanggung kerugian karena transaksi keuangan benar-benar lumpuh total. Jika sudah seperti itu, kerugian besar mengintai nasabah. Bukan sekadar uang yang susah ditarik atau transaksi menjadi pelik, tetapi data diri nasabah terancam dan menambah polemik.
Dikutip dari Liputan6.com, Jakarta – Doddy Ariefianto sebagai Pengamat Perbankan meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk melakukan investigasi atas kendala yang dialami sistem Bank Syariah Indonesia (BSI). Bahkan ada dugaan kebocoran 15 juta data nasabah BSI. Menurutnya, OJK sebagai pengawas dan independen harus melakukan investigasi agar akar permasalahan bisa ditemukan. Apakah itu memang kendala dari internal atau serangan siber? Sebab, kondisi tersebut akan menciptakan citra buruk bagi perbankan, terlebih dugaan serangan siber itu dialamatkan kepada BSI yang termasuk bank besar di Indonesia. (Liputan6.com,13/5/2023)
Terganggunya sistem BSI baik via aplikasi, mesin ATM, dan teller, tentu berdampak besar bagi kepercayaan nasabah terhadap perbankan digital. Satu hal yang membuat masyarakat semakin paranoid, yakni dengan adanya kekhawatiran pencurian data besar-besaran.
Dikutip dari CNN Indonesia – Lockbit mengancam menyebarkan data pengguna jika BSI tidak memberikan tebusan sampai tanggal 16 Mei atau 72 jam sejak Lockbit menginformasikan serangan tersebut ke publik. Menurut data Departemen Kehakiman AS, Lockbit yang beroperasi sejak Januari 2020 setidaknya telah menghasilkan US100 juta atau sekitar Rp1,49 triliun dari uang tebusan serangan siber mereka. Lockbit mengeklaim data yang bocor adalah data karyawan, data, keuangan, data legal, dan NDA. Untuk data pelanggan yang bocor di antaranya adalah nama, nomor ponsel, alamat, saldo di rekening, nomor rekening, histori transaksi, tanggal pembukaan rekening, informasi pekerjaan, dan beberapa data lain. (CNN Indonesia, 13 Mei 2023).
Siapakah Lockbit? LockBit adalah salah satu sindikat ransomware yang begitu aktif dan membahayakan seperti yang disebutkan oleh Kantor Polisi Kriminal Federal Jerman.
Banyak warganet yang sekaligus nasabah BSI begitu khawatir dengan kebocoran data, tetapi tidak sedikit juga yang pasrah dengan kondisi yang ada–karena mereka berpikir, bukan kali ini saja ancaman untuk data pribadi bocor dan tersebar–tak begitu peduli dengan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi di depan, bagi mereka saat bisa menarik uang kembali dari BSI dan bisa memindahkannya ke bank lain adalah solusi nyata.
Tentu kondisi ini sangat riskan. Data yang tersebar dan disalahgunakan akan membuat korban kesulitan. Selain dipakai untuk iklan dan teror, keamanan finansial akan terancam, dan tentunya ini akan memberikan efek berat bagi mental korban. Sedemikian parahkah hidup di sistem demokrasi? Semakin canggih era digital, ancaman demi ancaman semakin fatal. Hal yang menjadi pertanyaan utama, sudahkah pemerintah menjamin data warganya? Padahal pemerintah sudah mengesahkan UU No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi, tetapi penerapannya masih bergumul dengan banyak kendala. Hingga masyarakat terus-menerus yang merasakan terancam.
Potret buram budaya pelayanan. Lagi dan lagi masyarakat yang menanggung kerugian. Tak ada pemimpin bangsa ini yang menjadi pelindung dan pengurus urusan masyarakat. Tak ada jaminan dan perlindungan yang paripurna sehingga setiap waktu warga negara menemukan ancaman dari berbagai sisi, termasuk kebocoran data yang meresahkan. Sistem demokrasi hanya menjadikan pemerintah sebagai regulator yakni yang membuat aturan saja.
Dalam sistem Islam, pemimpin adalah pengurus dan pelindung yang harus sanggup menjaga warga negara dan menjamin keselamatannya. Pemimpin ibarat perisai terkuat yang melindungi dengan ketakwaan. Menjaga warga negara dari berbagai aspek kehidupan. Bukan semata menyejahterakan dari sisi perekonomian semata, tetapi menjaga keselamatan dari ancaman yang langsung dan secara digital.
Abu Hurairah dari Nabi ﷺ, beliau bersabda, “Seorang imam itu ibarat perisai, seseorang berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya. Jika seorang imam (pemimpin) memerintahkan supaya takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan berlaku adil maka dia (imam) akan mendapatkan pahala karenanya, dan jika dia (imam) memerintahkan selain itu, maka ia akan mendapatkan siksa.” (HR. Muslim No. 3428 versi Syah Shahih Muslim No. 1841, sanad sahih menurut Ijma’ Ulama)
Wallahualam bissawab.