
Oleh Unie Khansa
(Praktisi Pendidikan)
Pelitasukabuminews.com – Ibarat pagar makan tanaman. Penggambaran yang tepat untuk kondisi suatu lembaga yang seharusnya memberantas korupsi malah dia sendiri pelaku korupsi.
Dikutip dari laman Kumparan.com tertanggal 25 Juni 2023 bahwa ada temuan dugaan korupsi di rutan KPK yang berlokasi di kawasan Kuningan, Jaksel dengan jumlah yang sangat fantastis, Rp4 miliar dalam kurun waktu Desember 2021 sampai Maret 2023.
Temuan pungli di KPK ini sangatlah ironis, pemberantas korupsi kok korupsi? Dalam kasus tersebut terdapat dua unsur pelanggaran yaitu pelanggaran etik dan tindak pidana. Hal ini melanggar Pasal 12 huruf c, UU 31 tahun 1999 jo UU 20 tahun 2021. Terbongkarnya kasus tersebut menunjukkan bahwa KPK dapat bertindak tegas, tetapi sayangnya terkesan tebang pilih. Tegas pada pelaku level rendah dan tidak berkutik pada pelaku level atas. (Tirto.id, 24 Juni 2023)
Terjadinya korupsi pada lembaga yang seyogianya mencegah korupsi, menunjukkan bahwa tindakan korupsi tersebut sudah sangat parah. Masyarakat bisa berasumsi bahwa lembaga pencegah korupsi saja berbuat demikian apalagi yang bukan lembaga pencegah korupsi.
Di lembaga mana pun korupsi itu sangat membahayakan. Banyak pembangunan fasilitas publik yang mangkrak; penegakan hukum tidak ajeg; kesehatan masyarakat terbengkalai; dan masih banyak lagi yang rusak akibat korupsi.
Perbuatan korupsi yang dilakukan seorang pegawai
menunjukkan betapa lemahnya integritas pegawai tersebut. Berbagai cara dilakukan tanpa melihat halal dan haram hanya untuk meraih kesenangan dunia. Sungguh menunjukkan kelemahan iman. Selain itu, hal ini juga merupakan akibat penerapan sistem sekularisme yang memisahkan kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat/agama. Dengan pandangan dan prinsip bahwa kehidupan dunia tidak ada kaitannya dengan akhirat.
Sistem sekularisme ini sangat berbahaya karena akan menimbulkan berbagai kerusakan dan permasalahan. Bagaimana tidak? Manakala manusia tidak mengindahkan akibat perbuatannya di dunia dengan balasan yang akan diterima di akhirat kelak maka mereka akan berbuat semena-mena, yang penting terpenuhi segala hasrat duniawinya. Salah satunya, ya berkorupsi.
Selain karena penerapan sistem sekularisme, maraknya korupsi juga disebabkan oleh hukum yang tidak tegas. Hukum yang diterapkan tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Hukum yang tidak seimbang antara kesalahan dan hukum yang dikenakan sehingga tidak menimbulkan efek jera. Penerapan hukum seperti ini tidak akan berhasil memberantas korupsi secara tuntas. Hal ini membuktikan bahwa dalam sistem sekularisme, pemberantasan korupsi secara tuntas adalah sangat mustahil terwujud.
Lain halnya dengan sistem Islam. Islam menyebut tindakan korupsi dengan istilah jarimah atau jinayah
yaitu perbuatan yang dilarang hukum Islam, baik perbuatan itu mengenai jiwa, harta, atau lainnya. Untuk memberantas korupsi, Islam menerapkan sistem yang sangat sempurna berdasarkan Al,-Qur’an dan sunah. Dalam Al-Qur’an dan hadis, Islam telah melarang dan mencegah terjadinya korupsi dengan memberikan ancaman dan hukuman yang sangat berat baik di dunia ataupun di akhirat.
Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa yang mencuri (lebih dari ¼ dinar) dipotong tangannya. “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” ( QS Al-Maidah: 38)
Apalagi yang korupsi pasti lebih dari jumlah itu. Tentu lebih pantas dikenai hukuman tersebut. Hukuman dalam Islam itu akan sebagai penebus (jawabir) yang bisa menimbulkan efek jera dan pencegah (jawazir) mencegah orang berbuat kesalahan yang sama.
Selain dengan hukum yang tegas, Islam juga mencegah terjadinya korupsi dengan mencetak individu berkepribadian islam melalui sistem pendidikan. Penanaman ketauhidan ditanamkan kepada anak-anak sejak dini sehingga mereka memiliki keimanan dan ketauhidan yang kuat. Dengan demikian ketika dewasa tindakannya akan selalu berdasar ketentuan Allah.
Wallahualam bissawab